Sabtu, 14 Juli 2012

PEDOMAN DALAM MENGHADAPI ORANG-ORANG KAFIR

0 komentar


Oleh
Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan.




Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan ditanya : Di antara perkara yang perlu diperhatikan juga adalah penggunaan kekerasan dan tindak anarki melawan kaum kafir yang tinggal di tengah-tengah kaum muslimin dan menekan para pelaku maksiat dan orang fasik.

Jawaban.
Menurut saya perbuatan seperti itu tidak layak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mengatasnamakan Islam. Mereka hanya mengambil secuil ajaran Islam dan meninggalkan sebagian besarnya. Mereka belum mengerti hakikat Dienul Islam sebenarnya.

Tindakan mereka itu jelas salah. Apa dosa orang-orang yang telah mendapat jaminan keamanan itu sehingga diperlakukan secara aniaya ? Apakah tidak ada balasan lain bagi pelaku maksiat kecuali dipukul dan dihina ? Ataukah kita perlakukan dengan santun. Sesungguhnya Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat penyayang kepada umatnya. beliau sangat santun kepada orang yang bersalah.

Ketika seorang lelaki buang air kecil di masjid dan para sahabat bangkit menyerbunya, beliau justru berkata : "Biarkanlah dia, janganlah sakiti dia hingga ia menyelesaikan hajatnya". Kemudian beliau memerintahkan agar menyiram se-ember air untuk membersihkan kotorannya. Lalu beliau memanggilnya dan mengajarkannya dengan lembut etika-etika Islam. Beliau jelaskan kepadanya bahwa masjid tidak boleh digunakan untuk hal semacam itu. Lelaki itupun segera mengambil air wudhu', lalu mengerjakan shalat dua rakaat lalu berdo'a : "Ya Allah, curahkanlah rahmatMu bagiku dan bagi Muhammad dan janganlah kau curahkan kepada selain kami berdua".

Demikian pula ketika seorang pemuda datang menemui beliau meminta izin berbuat zina, maka bagaimanakah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membimbingnya ? Dan bagaimanakah hasilnya ?

Janganlah jadikan pelaku maksiat laksana mangsa tempat kita menumpahkan kemaraham di dalam dada! Hal itu sangat keliru. Tidaklah dibolehkan melakukan tindakan aniaya terhadap orang-orang kafir yang mendapat jaminan keamanan. Mereka datang ke negeri Islam secara damai meskipun mereka kafir dan meskipun mereka melakukan perkara-perkara yang bertentangan dengan syariat. Kita berkewajiban meminta agar mereka tidak melakukannya terang-terangan. Adapun melakukan tindak aniaya terhadap mereka, jelas hal itu merupakan perbuatan bodoh dan jahil. Perbuatan yang dilakukan karena tidak mengerti syariat Islam dan diterapkan tidak sebagaimana yang diinginkan Allah.

Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan ditanya : Ada yang beranggapan bahwa salah satu tuntutan syariat adalah menekan dan mengintimidasi kaum kafir (Nasrani dan Yahudi) di tempat ibadah-ibadah mereka. Mereka berdalil dengan sebuah riwayat dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu, disebutkan di dalamnya perintah mendesak orang-orang kafir ke tepi jalan jika kaum muslimin berpapasan dengan mereka.

Jawaban.
Menyempitkan kaum kafir di jalan-jalan bukan berarti menyempitkan mereka dengan tindakan yang membahayakan mereka. Apakah maksud riwayat itu jika kita berpapasan dengan orang kafir yang mengendarai kendaraan lantas kita desak ia hingga kendaraannya naik ke trotoar, atau keluar dari ruas jalan atau hingga ia menabrak sesuatu ?

Anggapan dan ucapan seperti itu jelas keliru ! Pemahaman seperti itu sangat picik dan salah !

Maksudnya ialah tidak memberikan jalan bagi mereka dalam rangka memuliakan dan menghormati mereka. Karena hal itu bisa menjadi bentuk penghormatan bagi agama mereka dan menambah kekuatan mereka, hal itu jelas dilarang. itulah maksud riwayat di atas. Bukan maksudnya kita mendesak mereka ke pinggir jalan, akan tetapi teruslah kamu berjalan di jalan yang kamu lalui dan jangalah kamu pesilahkan mereka lewat terlebih dahulu karena menghormati dan memuliakan mereka.

Berkaitan dengan tempat-tempat peribadatan mereka, tentunya persoalan ini berbeda menurut kondisi satu negeri. Negeri yang tidak terdapat didalamnya kaum Nasrani dan Yahudi dan bukan pula penduduk asli, maka tidaklah diperkenankan membangun saran peribadatan mereka di situ ! Jika mereka mendirikannya di rumah mereka sendiri dan tidak tampak tanda-tanda rumah ibadah padanya, maka kaum muslimin tidak boleh memata-matai mereka di rumah-rumah atau tempat mereka berkumpul pada hari raya mereka. Mereka tidak diperkenankan menampakkannya terang-terangan.

Inilah yang dipraktekkan di Kerajaan Saudi Arabia dimana tidak terdapat gereja-gereja dan tidak ada agama yang lain selain Islam. Adapun negeri yang mana kaum Nasrani dan Yahudi terhitung bagian dari penduduknya, maka kaum muslimin tidak boleh mendatangi tempat-tempat ibadah mereka untuk menekan mereka. Cara seperti itu bertentangan dengan syariat. Namun hendaknya kita mendakwahi mereka kepada Dienul Islam dengan cara yang terbaik. Menjelaskan kepada mereka keindahan dan kesempurnaan Dienul Islam, rahmat dan kekuasannya. Itulah yang seharusnya kita lakukan.

[Disalin dari kitab Muraja'att fi fiqhil waqi' as-sunnah wal fikri 'ala dhauil kitabi wa sunnah, edisi Indonesia Koreksi Total Masalah Politik & Pemikiran Dalam Perspektif Al-Qur'an & As-Sunnah, Terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]

Leave a Reply